Prospek Pengembangan Biofuel Minyak sawit

Posted by Mfatoni De CoSe | 2:14 PM | | 0 comments »

Tingginya harga minyak mentah dunia saat ini menyebabkan alokasi subisidi menjadi membengkak. Dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price) dalam APBN-P 2008 sebesar US $95/barel, lifting minyak 927 ribu barel/hari dan volume subsidi BBM sebesar 35,5 juta kilo liter maka subsidi BBM akan mencpai Rp. 126,9 triliun.

Apabila diasumsikan harga minyak ICP sebesar US$ 100/barel, dengan kondisi lifting dan volume BBM subsidi tetap maka subsidi BBM menjadi Rp. 138,8 triliun. Apabila diasumsikan volume penjualan premium dan solar masing-masing naik menjadi 18,47 juta KL dan 11,80 juta KL maka dengan asumsi harga ICP US$ 100/barel subsidi akan meningkat menjadi Rp. 145 triliun. Subsidi akan kembali membengkak bila harga minyak terus meningkat. Kondisi ini tentu akan sangat memberatkan APBN dan anggaran sebesar ini akan jauh lebih bermanfaat bila dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang lebih produktif. [3]

Untuk Mengurangi subsidi BBM pada 31 Agustus tahun 2005 yang lalu pemerintah mengeluarkan kebijakan paket ekonomi yang salah satu implementasinya dengan Program penyediaan dan pemanfaatan energi alternatif.

Langkah pemerintah untuk secepatnya mendorong pengembangan energi alternatif ditandai dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional diikuti dengan keluarnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati sebagai Bahan Bakar Lain.

Minyak sawit
Minyak sawit memiliki sejarah yang panjang sebagai bahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. Berbagai kegunaan atau aplikasi CPO (crude product oil) dari minyak kelapa sawit antara lain adalah sebagai bahan dasar untuk minyak goreng, lemaknya sebagai bahan ‘shortening’ (pelunak atau perenyah makanan), dan sebagai bahan dasar dalam pembuatan produk margarin. Minyak sawit memiliki nilai gizi yang baik. Minyak ini juga bersifat non-kolesterol dan ‘non-trans fat’; memiliki kesetimbangan komposisi asam lemak yang baik serta mengandung asam linoleat yang merupakan asam lemak esensial.

Alasan Mengapa CPO ini cukup potensial sebagai biofuel diantaranya adalah:[4]

  1. memiliki Input /output energy ratio yang cukup tinggi ( rasio energy 9.5) bila dibandingkan dengan kedelai dan rapeseed (Brassica napus)
  2. Biaya produksi minyak sawit lebih rendah dibandingkan minyak nabati yang lain misalnya kedelai dan ‘rapeseed’, atau sekitar 165.20 USD / ton
  3. kelapa Sawit memiliki produktivitas minyak tertinggi di dunia, yaitu 6-8 ton minyak/ha/tahun
Karakteristik CPO / Minyak Sawit

Densitas 0,9125 g/cm3 [1]
LHV / Energy Value = 39,54 Mj/kg [5]
Viscositas 40 Tempdeg. C = 131.38 cst [1]
Viscositas 60 Tempdeg. C = 19.26 cst [1]
Flashpoint = 249
Tempdeg. C [1]

Viskositas menurun dengan naiknya temperatur
Densitas naik terhadap Durasi pemanasan


Spesific gravity
0.9210-0.9240 pada 15.5 Degree Celcius [2]







Referensi:

  1. Salama Manjang, Baso Sokong, karakteristik CPO Sebagai Alternatif Minyak Trafo Di Bawah Penuaan Termal, 2005
  2. Hodgman, C.D. & N.A. Lange. Handbook of Chemistry and Physics. Cleveland: Chemical Rubber Co., 1924: 312-313.
  3. http://www.esdm.go.id, 8 Mei 2008
  4. Purwiyatno hariyadi, Produksi Minyak Sawit yang Berkelanjutan sebagai Bahan Dasar untuk Bahan Bakar Bio (Biofuel), Jurnal Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia,2007
  5. Lide dan Frederikse,1995 dalam Mühlbauer et al. (1998)

0 comments